Tentang ‘Seorang’ Owl

Bunder. Itulah yang terlihat dari Dini Yuliansari. Mulai dari kepala hingga kaki sepertinya bulat semua. Jangan membayangkan tubuhnya itu susunan bola-bola, hanya saja saya melihat dia itu bunder aja! Bukan gendut juga, just bunder! Gadis Nusa Tenggara Barat yang cibi dan lucu. Yang di hari-hari selanjutnya dikenal sebagai Owl (Saya sendiri tidak tahu kenapa tiba-tiba ia dipanggil Owl)

Hal pertama yang membuat seorang Dini lucu adalah aksen bicaranya yang jelas berbeda dari mayoritas teman-teman angkatan. Memang ada beberapa teman angkatan saya yang berasal dari luar daerah yang tak menggunakan bahasa Jawa, tetapi bagi saya hanya Dini lah yang terlihat lucu jika meluncurkan kata berbahasa Jawa. Saat dia mengeluarkan satu kata dalam bahasa Jawa, saya melihat usaha yang luar biasa keras dari raut wajahnya. Seakan-akan melafalkan kata berbahasa Jawa itu akan membuat dia mati jika tak dilakukan dengan benar. Bahasanya memang Jawa, tetapi logatnya Sumbawa dengan ekspresi tengah-tengah… antara Jawa dan Nusa Tenggara… misalnya saat dia mengatakan β€œWareg rek”. Harusnya dia mengatakan sembari tersenyum dengan garis mata yang sejajar. Namun Dini menampakkan ekspresi melotot dengan logat Sumbawanya. Suatu kombinasi yang sangat kurang tepat antara aksara dan rupa. Jadinya lucu!

Saat di tahun pertama dimana kami masih harus sering berurusan dengan senior, saya kerap kali mencuri pandang ke arah Dini jika kami mendapatkan siraman rohani. Pandangan Dini begitu serius. Tatapannya menuju ke arah senior yang asik dengan pidatonya. Matanya yang bunder itu terus menatap senior tanpa sering berkedip dimana kepalanya sedikit tertunduk dan mulut kecilnya yang sedikit mangap. Bayangkan saja… Bocah pendek berkulit gelap dengan kepala bunder mengeluarkan ekspresi serius saat mendengarkan suara yang bahasanya tak ia mengerti. Hanya ada dua opsi mengapa ia sok serius. Karena memang takut pada senior atau bingung harus bagaimana karena tidak mungkin ia bertanya pada teman sebelah mengenai ocehan senior yang kebanyakan berbahasa Jawa. Dan menurut saya saat itu dia cari aman. Diam sembari menampilkan wajah sok perhatian, tetapi omongan senior yang roaming itu hanya numpang lewat di gendang telinga kanan kirinya. Bagi saya ekspresi Dini itu adalah hiburan tersendiri saat harus mendengar kicauan senior. πŸ™‚

Lucunya lagi dari seorang Dini adalah dia sering tertawa terpingkal-pingkal jika sedang menceritakan sesuatu yang menurutnya lucu. Saya kerap kali tak paham dengan leluconnya, tetapi saya tetap tertawa saat mendengar kisah lucunya. Bukan karena kisahnya sangat lucu, melainkan cara Dini menceritakannyalah yang kocak.

Saya juga merasa terhibur saat Dini baru memasuki ruang kelas atau laboratorium. Keringat pasti mengalir dari dahinya dimana ia pasti membawa (setidaknya) selembar kertas yang akan dikipas-kipaskan saat ia telah menempelkan gluteanya pada kursi kelas atau lab. Kemudian dia berkata β€œAduh, panas! Aku kira tadi aku terlambat” dengan logat khasnya. Sangat mirip dengan salah satu dosen kami yang sering kali merasa kepanasan di dalam kelas meskipun AC di ruangan telah dinyalakan. Satu tangan mengipas-ngipas, tangan lainnya mengelap keringat di dahi serta membenarkan juntaian rambutnya yang kala itu lumayan panjang.

Dia memang bukan teman hang out saya, tetapi kami cukup akrab terutama pada jam 18.30 – 21.00 WIB. Pada saat itu hampir setiap hari kami selalu berada di ruang yang sama dengan aktivitas yang sama. Berselancar di dunia maya di sebuah warung internet yang kebetulan saat itu adalah rumah kos saya. Jadi SMS yang kerap kali Dini kirimkan pada saya bunyinya adalah β€œKamu di Kos gak Mei?” dan kalau jawaban saya β€œIya” maka SMS selanjutnya pasti β€œDogul (nama Warnet kosan) buka gak?”. Hampir setiap hari pesan singkat dari Dini hanyalah menanyakan masalah Dogul sehingga kadang-kadang membuat saya berfikir bahwa ia tak akan pernah berkomunikasi dengan saya jika kamar kos saya tidak berada di atas Dogul!

Kalian harus tahu bahwa Dini adalah salah satu anggota skuad dodol yang tertarik dengan dunia fotografi. Atau bisa dibilang dia itu fotografer. Salah satu manusia angkatan yang jago memotret dan mengerti masalah potret memotret. Mengerti tentang bahasa kamera dan fotografi. Hasil fotonya juga lumayan. Lumayan, jika ada event-event angkatan dia biasa menjadi salah satu fotografernya. Dini bukan fotografer tetap angkatan karena di saat dia memotret dan model-modelnya mulai kerajingan dipotret, dia akan berkata;

β€œEh…gantian po’o yang motoin. Aku juga mau difoto”

Hhhiiiaaaa….begitulah jadinya jika seorang fotografer merangkap model. Tak bisa melihat kilatan lensa kamera. Memotret sekali, dipotretnya sepuluh kali. Betul-betul profesional yang opsional! πŸ™‚

Dini itu lucu dan sangat menghibur, bagi saya.

Tapi ada satu hal yang sebenarnya agak mengganggu penilaian saya terhadapnya. Saat itu dia menghampiri saya dan memohon untuk tidak satu kelompok praktikum dengan salah satu orang karena alasan orang tersebut kerap kali menyebalkan. Karena saya merasa iba maka saya mengabulkan permintaannya tersebut supaya Dini bisa melakukan praktikum dengan tenang sehingga kerjanya bisa optimal. Saya juga bisa tenang saat memberikan penilaian kepadanya. Dari situ saya berfikir bahwa Dini sedang ingin menjauh dari orang yang dihindarinya tersebut. Tapi yang saya lihat adalah dia tetap dekat dengan orang yang dimaksud, tetapi saat berada di antara teman-teman lain dia menjelek-jelekkan orang yang dekat dengannya itu.

Sikap tersebutlah yang tidak saya suka. Kalau memang tidak menyukai dan tidak tahan terhadap sikap salah satu teman, tak usah lagi dekat dengan orang tersebut. Kalau memang masih ingin dekat, tak perlu menjelek-jelekkan ia di hadapan orang lain. Sikap yang seperti itu, bukankah termasuk penjilat? Bukannya mau bermaksud kasar atau menjelek-jelekkan Dini, tetapi saya benar-benar tidak menyetujui sikapnya itu. Bukan begitu caranya berteman. Kalau tidak suka, menjauh saja. Jika suka, jalani tanpa perkara. Jangan menjadi musuh dalam selimut. It’s not good, dear!

Saya percaya bahwa teman saya ini bukan orang jahat. Sama seperti teman-teman lain yang telah saya ceritakan. Sikap jeleknya itu hanyalah salah satu proses seorang anak manusia menuju kedewasaan. Namanya juga manusia yang memiliki dua sisi, baik dan buruk.

Kalau suatu hari saya dipertemukan dengan Dini, saya harap dia tetap manusia lucu seperti yang saya kenal dengan sikap yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Ingat ya Din, kamu janji untuk jadi guide ku kalau aku ke Lombok! πŸ™‚

Owl Tampak Belakang πŸ™‚

Suatu Sore Setelah Praktikum Fisiologi Tumbuhan

Dini Yuliansari. S.Si. πŸ˜‰

6 comments on “Tentang ‘Seorang’ Owl

  1. Very good written post. It will be valuable to everyone who utilizes it, as well as yours truly :). Keep doing what you are doing – i will definitely read more posts.

  2. I needed to write you this very small observation to help say thanks again for your personal precious tactics you’ve documented on this site. It’s quite particularly open-handed of people like you to supply extensively exactly what a few people would have supplied for an e book to help make some bucks on their own, specifically considering the fact that you could possibly have done it if you considered necessary. Those basics in addition served to become a great way to comprehend other people have the same desire really like my personal own to know a lot more on the subject of this condition. I think there are lots of more enjoyable instances ahead for individuals who look over your blog post.

  3. magnificent put up, very informative. I wonder why the other experts of this sector do not understand this. You should continue your writing. I’m sure, you have a great readers’ base already!

Leave a comment