Janji Seorang Adek

Fiuuh…. ngurusin adek satu itu capeknya bukan main. Sumpah, dedek saya itu bukanlah orang jahat. Dia anak yang baik. Tapi ya itu… menyebalkan karena hobi sekali mengarang-ngarang cerita. Dan sangat tidak punya perasaan karena suka membohongi saya. Piintteeeeeeeeeeeeeerrrrrrrrrrrrr banget kalau harus membohongi kakaknya. Ada saja ceritanya yang mungkin kata kawan dekat saya bisa jadi sebuah drama mini seri berdurasi 1 pekan. 

Kalau bohongnya masih sederhana, misalnya kalau saya bertanya “lagi dimana?” lalu dia menjawab “di kampus, konsultasi” tapi kenyataannya dia sedang bernyanyi dengan riang gembira di sebuah kubikel karaoke, masih bisa saya anggap sebagai kenakalan remaja biasa. Tapi ini bohongnya extrem. Berulang-ulang pula. Terlepas dari bohongnya itu untuk tak mau membuat saya khawatir atau ikut campur masalahnya, bagi saya berbohong tetaplah berbohong. Bijukan kata orang Jawa. 

Tak perlu saya tuturkan bagaimana kisah bohongnya yang luar biasa itu, tapi yang  jelas adek saya benar-benar hebat karena telah membohongi saya. Hebat karena dia berhasil membuat cerita, hebat lagi karena dia berani membohongi saya. 

Selama ini saya tahu kisah-kisah bohongnya. Saya tahu dia selalu membohongi saya. Dan saya tahu dia berbohong. Tapi dia tak tahu kalau saya tahu bahwa dia sedang berbohong. 

Jangan tanya bagaimana saya bisa mengetahui kebohongannya, saya sendiri tidak habis pikir bagaimana bisa saya tahu. Ada saja informan yang datang dengan sendirinya untuk menceritakan apa yang sudah menjadi kebohongan adek saya. Seolah-olah Tuhan mengirimkannya secara langsung pada saya. Serius… saat adik saya berbohong, tak lama setelah saat itu saya mengetahui bahwa adek saya sudah berbohong. Tuhan, memang selalu menyertai kebaikan. 

Selama ini saya menyikapi semua kebohongannya dengan diam. Saya tidak menegurnya. Saya tidak memarahinya. Saya tidak menghajarnya. Saya diam. Di satu sisi memnag ada rasa kesal dan mangkel dan ingin sekali mengamuk pada si adek, tapi di sisi lain seperti ada yang menahan saya untuk tetap diam. Iya, diam saja… hanya bisa menghela dan menghembuskan nafas panjang yang kadang-kadang disertai sedikit air mata. 

Saya bisa saja marah-marah. Bisa saja menghina dinakan dia. Bisa saja mencercanya. Bisa saja menjotos wajah sok innocentnya. Tapi saya tetap diam. Sama seperti Mami. Iya.. saya belajar diam itu dari Mami. Ketika almh dibuat kesal oleh saudaranya, beliau diam. Ketika almh diperlakukan tidak baik oleh saudaranya, beliau diam. Ketika almh dibuat menangis oleh sikap saudaranya, beliau diam. Saat saya mengeluhkan sikap Mami yang diam dengan pernyataan “Kenapa sih, Mi..Kenapa kita gak nuntut mereka? Itu kan hak Mami. Laporin aja ke polisi”, tanggapan Mami adalah “Buat apa dituntut. Mereka keluarga kita, Nak. Mereka itu saudara Mami”. Yupp… Because she is my family. She is my sister. That’s all.

Hari ini, tiba-tiba saja adek saya yang tengah menghabiskan waktu minggu tenangnya di rumah kakak kami di Situbondo, mengirimi saya pesan singkat;

Sebuah Pengakuan Dosa

Sebuah Pengakuan Dosa

Sebuah pesan singkat yang berisi pengakuan dosanya. SMS tersebut juga berisi janjinya untuk tidak membohongi saya lagi. Sebuah SMS yang isinya cukup membuat saya lega. Setidaknya saya tak perlu menyesal karena harus menyikapi semua tilah adek saya dengan diam. 

Benar memang, terkadang diam itu emas. Semoga saja, pesan singkat itu tak hanya emosi sesal sesaat. Semoga permohonan maaf dan janjinya via SMS itu bisa terimplementasi di hari-hari kami ke depan.

Janji ya, dek…. Don’t try to lie to me again

Don’t Give Up, The Old Lady!

Ah…. Kecewanya dengan hasil akhir ini. Apa daya, Juventus harus takluk di tangan Munchen dengan 2 gol. Beruntung hanya 2 karena Munchen bisa menghasilkan lebih banyak skor jika penampilan Gigi tidak maksimal. Tapi tetap, kecewa dengan keputusan wasit yang kurang bijak. Menjadikan gol Muller yang sejatinya sudah berada pada posisi offside tentu saja bukan keputusan baik. 

Poisisi Muller Sebelum Terjadinya Gol. Bukankah jelas posisinya offside?? Mark Clattenburg, Are you blind?

Poisisi Muller Sebelum Terjadinya Gol Kedua Munchen. Bukankah jelas posisinya offside?? Mark Clattenburg, Are you blind?

Pasukan Conte pun kembali ke Turin tanpa angka, tanpa gol away pula. Plus harus kehilangan Arturo Vidal & Linschteiner di Leg 2 akibat akumulasi kartu.  Ah sedih…kecewa… tapi apa mau dikata? Punggawa Juventus sudah berjuang keras selama 90 menit plus 5 menit tambahan waktu. Kalau belum berhasil menccetak gol, bukan karena mereka bermain buruk. Sungguh… Juventus selalu Luar Biasa! 

Saatnya kembali ke Turin. Bersiap-siap menjamu Pescara, lalu tetap percaya bisa unggul 3 gol di leg dua! 

C’mon Juventus… Don’t Give Up!!! 

Rempong Sekali Yaaaaaa

Jika melihat reaksi teman-teman yang sedang mempersiapkan kelulusan strata satunya, satu kata yang ada di pikiran saya “REMPONG”!!!

Saat hendak ujian TA (read: sidang) rempong ngurusin materi yang harus dipelajari. Rempong mikirin konsumsi yang akan disajikan untuk penguji. Rempong untuk membuat slide presntasinya. Aduuhhh…intinya repot alias rempong!

Setelah lulus sidang, rempong lagi mengejar dosen penguji untuk masalah revisi.

Terus ngurus surat bebas ini dan itu. bebas perpus, bebas laboratorium, bebas ruang baca jurusan, bebas spp, bebas IKOMA, Bebas TOEFL dan bebas lain-lainnya sungguh sangat REMPONG!!

Belum lagi masalah format buku TA beberapa pekan lalu membuat heboh teman-teman sedikit frustasi. Ngeprint berkali-kali. Menjilid berkali-kali. Menunggu berjam-jam dengan diiringi spot jantung.

Sekarang setelah semua prosedur menuju wisudah selesai, mereka tetap saja menunjukkan kerempongan. Mikirin baju yang akan digunakan untuk acara wisudah. Rempong banget deh kayaknya… mesti beli high heels, beli kebaya, beli jilbab, beli make up atau booking perias untuk mendandani di hari wisudah.

Ada salah satu teman saya yang sengaja menjahit baju untuk wisudah, tetapi setelah bajunya jadi dia malah marah-marah gara-gara model bajunya tak sesuai harapan. Nah lohh….. kalau sudah begitu mau bagaimana coba?

Hanya untuk sehari dengan waktu yang tak lebih dari enam jam saja repotnya luar biasa….. Ahhhhhhhhhhhh… Kenapa harus rempong….