Meninggalkan Semeru

Bersama Mas-Mas ITS yang katanya angkatan 2007 tapi punya muka 2001 😉

🙂

Mulai meninggalkan bumi Perkemahan Kumbolo

Bertiga di depan pos 4

Watu Rejeng. Sebuah tempat dengan tebing-tebing batuannya yang menjulang. Titik tengah antara Ranu Kumbolo dengan Ranu Pani

Anaphalis javanica (edelweis). Flora khas Semeru.

Istirahat di bawah Pos 3. Luch w/ chocholate jelly

Menunggu Keberangkatan Truck Menuju Tumpang

menatap puncak Mimpi dari Oro-Oro Ombo

Saya & Novera

Chaca Kemplo, Chef Ais, saya, Senja sendu

Membelakangi puncak yang belum terjamah

Senja…. Ayo Kita Ke Puncak… Next Time yaaaaa

Semoga tekad Aisyah untuk Mahameru masih bulat 🙂

Saya Masih Tetap Mencatatkan Mahameru di dalam List Mimpi yang Harus saya Realisasikan (AMIN)

Ber 5. Semoga formasi ini masih bisa berlanjut hingga Mahameru 🙂

Mereka Yang sudah Melihat Jongrang Saloka

Pendaki Juga Harus Religi

Salah satu hal yang paling saya suka saat mendaki adalah kesan religi yang tiba-tiba muncul. Bahkan kadang-kadang, seseorang akan lebih religius saat berada di atas gunung daripada di bawah gunung.Memang sih…sifat religius orang itu adalah salah satu bawaan individu masing-masing. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa gunung bisa menjadi salah satu tempat dimana manusia bisa mengucapkan kata tobat.

Para pendaki,yang muslim, rasanya tak akan pernah meninggalkan shalat 5 waktu. Atau yang paling sederhana, mereka akan melafalkan kalimat-kalimat Tuhan sebagai bentuk pujian atas keindahan alam yang tiada duanya. Contoh saja kawan seperjalanan saya si aisyah Babon… walaupun kosakata Jancuknya masih saja berkumandang, di sela-sela itu ada lafalan kalimat pujian seperti Subhanallah dan Alhamdulillah…Bahkan tak jarang ia mengucapkan Allahu Akbar.Sesuatu yang tak pernah (jarang) saya dengar dari ais babon saat kami bersama di dataran rendah.

yang paling saya suka lagi adalah pendaki yang tak lupa melaksanakan shalat 5 waktu. Hei…mendaki bukan berarti harus lalai terhadap kewajiban kita sebagai umat Tuhan bukan? Daki jalan, shalat pun tak pernah ketinggalan!

Salah satu pendaki yang tak lalai dengan shalatnya 🙂 Gantengnya nambah 100000%

 

Menjajaki Tanjakan Galau

Bersiap mendaki Tanjakan Cinta

Dengan sekuat hati hendak menjajal mitos Tanjakan Cinta. Namun apa daya yang ada saya menjadi Galau lantaran satu-satunya hal yang saya fikirkan saat itu adalah air. HAUSS >.< Oh Rupiah, maaf karena saya tak bisa terlalu fokus memikirkanmu ketika menapakkan kaki di Tanjakan Cinta itu.

Ranu Kumbolo dari Puncak Tanjakan Galau

Para Penggontai Semeru yang dikerjain Tanjakan Cinta… Capeeekkk ya, neng 🙂

Nongkrong Jongkok di atas Puncak Tanjakan Cinta…Menunggu 4 kawan yang masih kelelahan 🙂

Hj Kemplo, memikirkan bagaimana caranya mengumpulkan tenaga untuk menuruni Tanjakan Galau 🙂

Siang Hari di Ranu Kumbolo Bersama Sendu

Senja diantara tenda-tenda kuning

Berada di samping sebuah batu. Semacam monumen sederhana untuk seorang pendaki yang meninggal di tanah Semeru. Beberapa penduduk setempat meyakini bahwa monumen batu ini memiliki penjaga Kumbolo yang wajib disembah. Karena itulah ada beberapa sesajen seperti potongan pisang rebus dan kelopak-kelopak bunga di sekitar batu tersebut.

Sebuah Batu Nisan Lain untuk mengenang seorang sahabat, kawan, kerabat yang menghembuskan nafas terakhirnya di tanah Semeru. Di Ranu Kumbolo sendiri ada sekitar 5 batu nisan yang merupakan simbol bahwa nama yang terukir di batu nisan tersebut pernah ada di Semeru. Batu Nisan di atas bisa dijumpai di awal Tanjakan Galau.

Maunya sih mengheningkan cipta sejenak…tapi kenapa pose si senja menantang begitu ya?? Merusak suasana haru nan mistis 😉

Hi guys… inilah Tanjakan Cinta yang sempat membuat Galau beberapa pendakinya. Tanjakan Cinta selesai, mimpi selanjutnya adalah Bukit Penyesalan. Setelah menuntaskan Semeru tentunya (semoga).

Di sisi Selatan Ranu Kumbolo

Di Bumi Perkemahan Kumbolo

Aisyah Aisyah yang Edun tengah membelakangi Tanjakan Galau

Semburat Awan dari sisi Timur Semeru

Nopera & Hj.Kemplo di atas batang pohon tumbang di tepi Kumbolo. Beruntunglah mereka karena si pohon masih mampu mengapung dengan tambahan beban berat badan mereka (Chaca) 😉

Tenda-Tenda Lain di Bumi Perkemahan

Kondisi ‘Dapur Aisyah’ menjelang makan siang 🙂

Cooking Academy in The Mountain of Semeru by Aisyah Intan Paramartha

Buon appetito, ragazza 🙂

Koki Kami yang tanpa Jilbab. Yang pake bando Slayer. Yang Kayak Inem. Yang lagi ngoret-ngoretin nesting kosong.

Pagi Pertama di Tanah Semeru (13-10-2012)

Pagi pertama Aisyah di Ranu Kumbolo.

Sisi Utara Kumbolo 13 Oktober 2012

Sebuah Tenda Kuning di sisi Utara Kumbolo. Hanya setenda diri 🙂

Nopera. Si Penganut Bahasa Kebatinan 😉

Besides Black & White, The Beautiful Colour in This World is Sky Blue

Menu Makan Pagi Pertama di Tanah Semeru.

Tangan Chef Kami, Aisyah Intan 🙂

Sepanjang Jalan Menuju Ranu Pani

Menuju Ranu Pani :). Sensasi di atas truck itu seru-seru mendebarkan. Awalnya deg-deg kan, rasa deg deg kan tersebut terbayar dengan pemandangan yang tak bisa dilihat di tengah kota.

Kiri Kanan tak selalu Pohon cemara. Percayalah, vegetasi di gunung itu lebih dari sekedar Casuarina sp. atau Pinus merkusii.

Lereng Pegunungan pun menjadi sumber mata pencaharian penduduk setempat. Kembang Kol dan bawang Daun menjadi Komoditas utama dari daerah kaki gunung Semeru.

Aisyah Intan Babon dengan latar belakang petak-petak Ladang Daun Bawang.

Anggota yang paling sering menutup mulutnya, kecuali saat makan 🙂 Nopera.

Saya & Senja. Menduduki bagian moncong truck.. Fiiuuhhh…takut sih awalnya, tapi tetap saja dilakukan 🙂

This…Double Aisyah 🙂

Karya tuhan yang Tak bisa ditandingi oleh Master of Photoshop atau After Effect sekalipun!!!

Adek Echa dari Sidoarjo beserta Kawannya.

Chaca in Action

 

Ranu Pani. Untuk Menikmati keindahan alam di Ranu Pani secara intens, kita bisa memakai jasa ‘SpeedBoat Tradisional’ yang memang disediakan oleh masyarakat setempat. Jadi bisamain-main di tengah danau sembari menjepretkan lensa kamera ke lingkungan sekitar. SpeedBoat means Gethek.  Sebuah perahu rakit yang terbuat dari bambu 🙂 Istilah Speedboat sendiri meluncur dari sopir truck kami yang lucu 🙂

The Girls On The Angkot

Nope & Hj Kemplo

Our Chef… Ais Babon

Mei & Senja Sendu. bahkan di samping sendu pun saya terlihat seupil 😥

Untuk sampai Tumpang, dari Arjosari kita bisa menggunakan angkot AT (Arjosari Tumpang) TA (Tumpang Arjosari). Warna angkotnya putih dan berada di paling ujung selatan deretan angkot. Harga perkepala dihitung Rp6000. Tapi kalau mau mencarter, harganya lebih murah. Satu angkot sekitar Rp50.000-70.000 sampai Tumpang. Terdantung pintar-pintarnya penumpang menawar 🙂